MELAWAN ARUS! Skandal Penjualan Laut Kohod Rp 33 Miliar: Jaringan Oknum Pejabat Terseret

Hukum & Kriminal Kab Tangerang Nasional Peristiwa Serang

PresXpos.com | ​Tangerang,  Skandal besar yang menghebohkan publik, yakni dugaan rekayasa dan penjualan lahan perairan laut seluas 300 hektare di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, kini memasuki babak penentuan. Dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp 33 miliar, kasus ini telah resmi disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang. Kasus ini menjadi sorotan tajam karena bukan hanya menyangkut kejahatan di tingkat desa, melainkan skandal korupsi sistematis yang melibatkan jaringan oknum dari berbagai lembaga negara. Selasa (30/9/2013).

Tampak Kepala Desa (Kades) Kohod, Kabupaten Tangerang, Arsin kini duduk di kursi pesakitan tanpa ada pengawalan dari Pasukan Pengawal Kepala Desa atau Paspamdes, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang, Selasa (30/9/2025) pukul 09.30 WIB, Arsin sudah duduk di kursi terdakwa di ruang sidang utama.

Ilustrasi Alur Skandal : 

​Kronologi Skandal: Laut Dijual Pakai Sertifikat Fiktif

​Kasus ini berawal dari praktik culas yang didalangi oleh Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, yang kini duduk di kursi terdakwa. Arsin bersama tiga terdakwa lainnya, termasuk Sekretaris Desa, dituding bersekongkol mengubah status hukum perairan laut menjadi seolah-olah tanah daratan milik warga.

​Modus operasinya adalah dengan memalsukan dan menerbitkan 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) fiktif seluas 300 hektare. Mereka bahkan mencatut identitas penduduk desa tanpa sepengetahuan dan izin, hanya untuk memuluskan penerbitan sertifikat palsu.

​Lahan fiktif tersebut kemudian dijual kepada PT Cakra Karya Semesta seharga total Rp 33 miliar. Perusahaan pembeli ini disebut dalam dakwaan dipimpin oleh Nono Sampono sebagai Direktur. Uang hasil penjualan ini diduga mengalir ke kantong para terdakwa dan pihak lain yang membantu proses rekayasa dokumen.

​Jaringan Korupsi Meluas: Keterlibatan Oknum BPN dan Bapenda

​Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Banten memperjelas bahwa kejahatan ini mustahil terjadi tanpa bantuan dari pihak yang berwenang di pemerintahan:

​1. Empat Terdakwa Utama

  • Arsin bin Asip: Kepala Desa Kohod dan aktor utama.
  • Ujang Karta: Sekretaris Desa Kohod.
  • Septian Prasetya & Candra Eka Agung Wahyudi: Pihak yang membantu rekayasa dokumen dan memfasilitasi transaksi.

​2. Oknum di Lembaga Negara

  • Dwi Candra Budiman (Pejabat Bapenda): Kepala Bidang PBB Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang, disebut dalam dakwaan karena diduga memuluskan penerbitan 203 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT-PBB) fiktif. Dokumen pajak ini krusial untuk membuat lahan laut tampak sah di mata hukum.
  • Oknum ATR/BPN: Proses penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas perairan laut mengindikasikan kuat adanya keterlibatan oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau kementerian terkait. Hal ini karena sertifikat hak hanya bisa diterbitkan oleh lembaga tersebut, yang membuktikan adanya jaringan terstruktur di luar pemerintahan desa.

​Penantian Keadilan di Meja Hijau

​Dengan terbukanya jaringan korupsi yang meluas dari tingkat desa hingga ke lembaga negara, persidangan di Pengadilan Tipikor Serang kini menjadi perhatian nasional. Masyarakat menantikan apakah proses hukum ini mampu menjerat seluruh rantai pelaku kejahatan, tanpa terkecuali, dan memberikan putusan yang adil dan memberikan efek jera agar praktik “menjual laut” tidak terulang kembali.

(*Hermansyah)

Tinggalkan Balasan