Diduga ada Pihak Bermain Upaya Pemalsuan Dokumen Lahan Yang Sudan Puluhan Tahun Hingga Kini Ahli Waris Menuntut Keadilan

Banten Kab Tangerang Peristiwa

PressXpos.com | Tangerang,  Kasus sengketa pertanahan kembali mencuat di Kabupaten Tangerang. Lahan milik almarhum Sarip bin Sanan, yang berada di Kampung Sukadiri RT.008/004, Desa Patramanggala, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, dan telah dikuasai sejak terbitnya Surat Keputusan Gubernur No. Lr.04/D/VIII/50/1974, kini diduga menjadi objek klaim oleh pihak lain melalui penerbitan sertifikat tanpa sepengetahuan ahli waris.

Kronologis Kejadian

Berdasarkan penuturan awak media, ahli waris bernama Rusminah dan dokumen yang ada, perkara ini bermula ketika almarhum Sarip bin Sanan meminta bantuan Iskandar untuk mengurus penerbitan sertifikat tanah. Atas permintaan Iskandar, dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai syarat awal.

Tahun 1989 terbitlah sertifikat atas nama Sarip bin Sanan No.00025, kemudian Sarip sama sekali belum pernah memegang fisiknya, kemudian Sarip menjual kepada Mahmud melalui H.Sahari, kurang lebih 20.000 m2. disaksikan oleh Sarwani juga anaknya Rusminah, akan tetapi Sarip bin Sanan tidak juga menerima uang dari hasil jual beli berdasarkan keterangan Rusminah.

Kemudian Rohati menjual sisanya kurang lebih 27.800m2 kepada H.Erwin melalui kuasa H.Sahari namun hal yang sama pun tidak pernah menerima utuh hasil jual beli yang dilakukan, mereka sangat Kecewa pada akhirnya berjalannya waktu Sarip bin Sanan meninggal dunia.

Entah bagaimana ceritanya tiba-tiba Iskandar secara diam-diam pun menjual objek melalui sertifikat atas nama Sarip bin Sanan kepada Linarto, tanpa sepengetahuan Ahli Waris Sarip bin Sanan, yang pada akhirnya para pihak merasa memiliki hak sertifikat yang diwariskan oleh Nurjaya dari Linarto sebagai ayah Nurjaya.

Diduga, peralihan tersebut tetap berjalan meskipun Sarip telah meninggal dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan hukum atas keabsahannya. Dalam perjalanan, Iskandar pun meninggal dunia. Selanjutnya, pengurusan dilanjutkan oleh Linarto bersama seorang notaris. Dari proses inilah kemudian terbit sertifikat hak atas tanah atas nama Linarto,” ujar Rusminah.

Yang menjadi sorotan, penerbitan sertifikat tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan ahli waris Sarip bin Sanan, yang sejak awal hingga kini masih menguasai lahan tersebut secara fisik berdasarkan SK gubernur 1974 hingga sekarang 2025.

Dasar Klaim dan Sengketa

Saat ini, ahli waris Linarto diduga menggunakan sertifikat tersebut sebagai dasar klaim kepemilikan. Sementara itu, ahli waris Sarip bin Sanan menegaskan bahwa penguasaan dan pemanfaatan lahan telah berlangsung sejak tahun 1974 berdasarkan SK Gubernur, dan tidak pernah ada penyerahan atau peralihan hak yang sah kepada pihak Linarto.

Kuasa hukum Darmaji & Partner menyatakan bahwa proses penerbitan sertifikat yang dilakukan pasca meninggalnya pemilik sah berpotensi cacat hukum. Langkah hukum akan ditempuh untuk mempertahankan hak kliennya, termasuk melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah, Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, serta melakukan gugatan pembatalan sertifikat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Lanjut Budi Irawan “Kami sudah memiliki dokumen otentik, mulai dari SK Gubernur, bukti penguasaan fisik, hingga keterangan saksi. Klaim sepihak tanpa dasar yang sah tidak dapat dibenarkan,” tegas kuasa Tim hukum Darmaji & Partner saat di wawancarai.

*/Herman

Tinggalkan Balasan